Spada...Spada... TETRA CLUB of NINE BEST hadir kembali...
Kalo Bulan lalu kita udah membahas tentang Hari Jadi Kota Pontianak yang ke-241. Bulan ini berhubung masih dalam nuansa hari Pahlawan, yuk kita membahas tentang Hari Pahlawan dan Sikap Kepahlawanan? Hm Hm.. sedikit info nih.. untuk memperingati hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November kemarin, sekolah kami juga mengadakan Upacara lho..
Sebelumnya....Pasti semua sudah tahu kan kalau setiap 10 November kita memperingati pahlawan.?
Kalo Bulan lalu kita udah membahas tentang Hari Jadi Kota Pontianak yang ke-241. Bulan ini berhubung masih dalam nuansa hari Pahlawan, yuk kita membahas tentang Hari Pahlawan dan Sikap Kepahlawanan? Hm Hm.. sedikit info nih.. untuk memperingati hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November kemarin, sekolah kami juga mengadakan Upacara lho..
Sebelumnya....Pasti semua sudah tahu kan kalau setiap 10 November kita memperingati pahlawan.?
Untuk mengingat kembali, yuk kita review sejarah
peristiwa 10 November 1945 dan juga pada postingan kami kali ini, kami juga ingin menampilkan bagaimana sikap kepahlawanan yang dapat kita
tunjukkan sebagai seorang pelajar. Selamat Membaca ....
PERTEMPURAN 10 NOVEMBER 1945
Pertempuran
Surabaya
merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan
pasukan Belanda.
Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November
1945 di Kota
Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama
pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang
menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Kedatangan Tentara Jepang ke Indonesia
Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa,
dan tujuh hari kemudian tanggal 8 Maret 1942, pemerintah kolonial Belanda menyerah
tanpa syarat kepada Jepang berdasarkan Perjanjian Kalijati.
Setelah penyerahan tanpa syarat tesebut, Indonesia secara resmi diduduki oleh
Jepang.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Tiga tahun
kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom
(oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki.
Peristiwa itu terjadi pada bulan Agustus 1945. Dalam kekosongan kekuasaan asing tersebut, Soekarno
kemudian memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945.
Kedatangan Tentara Inggris & Belanda
Setelah
kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata
para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban
di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar,
tanggal 15
September 1945,
tentara Inggris
mendarat di Jakarta,
kemudian mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober
1945. Tentara Inggris
datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands
East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas untuk
melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang,
serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara Inggris
yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi
pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia
Belanda. NICA (Netherlands
Indies Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara
Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan
memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara
AFNEI dan pemerintahan NICA.
Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya
Hotel Oranye
di Surabaya tahun 1911.
Setelah
munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus
1945 yang menetapkan
bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di
seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke
segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya
terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato
Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje
Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel
Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok
orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada
sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul
21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa
persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel
Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya
dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan
Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan
gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.
Pengibaran
bendera Indonesia setelah bendera belanda berhasil disobek warna birunya di
hotel Yamato
Tak lama
setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang
dan diplomat
yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang
masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya
Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang
melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono.
Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan
meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam
perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak
untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman
mengeluarkan pistol,
dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh
Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan
mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan
diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk
menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke
dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil
menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan
mengereknya ke puncak tiang bendera kembali
sebagai bendera Merah Putih.
Setelah
insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober
1945 meletuslah
pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris .
Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum
yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris,
sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta
bantuan Presiden Sukarno
untuk meredakan situasi.
Kematian Brigadir Jenderal Mallaby
Brigadir
Jenderal Aubertin Mallaby
Setelah gencatan
senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani
tanggal 29
Oktober 1945,
keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan
bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokan-bentrokan
bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan
tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober
1945 sekitar pukul
20.30. Mobil Buick
yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi
Indonesia ketika akan melewati Jembatan
Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir
dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda
Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya
mobil tersebut terkena ledakan granat yang menyebabkan jenazah Mallaby
sulit dikenali. Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada
pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, Mayor
Jenderal Eric Carden Robert Mansergh untuk
mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan
menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.
Perdebatan tentang pihak penyebab baku tembak
Tom Driberg, seorang Anggota Parlemen
Inggris dari Partai Buruh Inggris (Labour Party).
Pada 20
Februari 1946,
dalam perdebatan di Parlemen Inggris (House of Commons)
meragukan bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan pihak Indonesia. Dia
menyampaikan bahwa peristiwa baku tembak ini disinyalir kuat timbul karena
kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku
tembak tersebut tidak mengetahui bahwa gencatan senjata sedang berlaku karena
mereka terputus dari kontak dan telekomunikasi.
Berikut kutipan dari Tom Driberg:
"... Sekitar 20 orang (serdadu)
India (milik Inggris), di sebuah bangunan di sisi lain alun-alun, telah
terputus dari komunikasi lewat telepon dan tidak tahu tentang gencatan senjata.
Mereka menembak secara sporadis pada massa (Indonesia). Brigadir Mallaby keluar
dari diskusi (gencatan senjata), berjalan lurus ke arah kerumunan, dengan
keberanian besar, dan berteriak kepada serdadu India untuk menghentikan
tembakan. Mereka patuh kepadanya. Mungkin setengah jam kemudian, massa di
alun-alun menjadi bergolak lagi. Brigadir Mallaby, pada titik tertentu dalam
diskusi, memerintahkan serdadu India untuk menembak lagi. Mereka melepaskan
tembakan dengan dua senapan Bren dan massa bubar dan lari untuk
berlindung; kemudian pecah pertempuran lagi dengan sungguh gencar. Jelas bahwa
ketika Brigadir Mallaby memberi perintah untuk membuka tembakan lagi,
perundingan gencatan senjata sebenarnya telah pecah, setidaknya secara lokal.
Dua puluh menit sampai setengah jam setelah itu, ia (Mallaby) sayangnya tewas
dalam mobilnya-meskipun (kita) tidak benar-benar yakin apakah ia dibunuh oleh
orang Indonesia yang mendekati mobilnya; yang meledak bersamaan dengan serangan
terhadap dirinya (Mallaby). Saya pikir ini tidak dapat dituduh sebagai
pembunuhan licik... karena informasi saya dapat secepatnya dari saksi mata,
yaitu seorang perwira Inggris yang benar-benar ada di tempat kejadian pada saat
itu, yang niat jujurnya saya tak punya alasan untuk pertanyakan ... "
10 NOVEMBER
1945
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum
tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang
telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut
ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu
sudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat TKR juga telah dibentuk sebagai
pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah
dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang
menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran
tentara Inggris di Indonesia.
Pada 10
November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang
diawali dengan pengeboman udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan
kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank,
dan kapal perang.
Inggris
kemudian membombardir kota Surabaya dengan meriam dari laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi
Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari
penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan
penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal
maupun terluka.
Bung Tomo
di Surabaya,
salah satu pemimpin revolusioner Indonesia yang paling dihormati. Foto terkenal
ini bagi banyak orang yang terlibat dalam Revolusi Nasional Indonesia mewakili
jiwa perjuangan revolusi utama Indonesia saat itu.[5]
Di luar
dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan
dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo
yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan
pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan
skala besar Inggris.
Tokoh-tokoh
agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim
Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren
lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi
perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan
tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) shingga perlawanan pihak
Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu
lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak
terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai
waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di
tangan pihak Inggris.
Setidaknya
6,000 - 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil
mengungsi dari Surabaya. .
Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 - 2000 tentara.
Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah
menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan
mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang
menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari
Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.
Sebagai Pelajar, apakah kita tidak bisa bersikap pahlawan seperti para pahlawan pada zaman dahulu?
Bisa! Tentu Bisa! Namun....berhubung sekarang Indonesia sudah bebas dari belenggu penjajahan, sikap Kepahlawanan/Patriotisme dapat kita wujudkan dalam bentuk yang lain.
Mau tahu apa saja yang dapat kita lakukan ? Mari simak penjelasan kami berikut ini.
SIKAP PATRIOTISME
Selain memiliki sikap kepahlawanan para pejuang bangsa kita juga memiliki
sikap patriotisme. Apa yang dimaksud dengan patriotisme? Patriotisme
artinya cinta tanah air.Para pahlawan pendahulu kita berjuang mengusir penjajah
tentunya didasari oleh rasa cintatanah air. Mereka tidak rela bangsanya
diinjak-injak oleh para penjajah. Seperti yang sudahdicontohkan oleh Kapitan
Pattimura dalam riwayat di atas. Sikap patriotisme tidak hanyadimiliki oleh
para pahlawan bangsa. Sebagai warga negara yang baik kita pun harusmemiliki
sikap patriotisme. Siapa lagi yang mencintai bangsa ini kalau bukan kita,
warganegara Indonesia? Perjuangan kita saat ini sudah bukanlah perjuangan
melawan para penjajah. Setelah merdeka, justru tantangan semakin besar.
Kita saat ini mesti berjuangmelawan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan.
Sikap patriotisme dapatdiwujudkan dalam banyak hal. Wujud sikap patriotisme
antara lain sebagai berikut:
1. Mencintai
dan menggunakan produk dalam negeri
Mencintai dan menggunakan produk-produk dalam negeri merupakan bagian dari
cintatanah air. Dengan menggunakan produk dalam negeri berarti kita memberi
keuntungankepada warga Indonesia sendiri. Baik pembuatnya ataupun pedagangnya.
Berarti jugamemberi keuntungan kepada negara. Sebenarnya produk-produk dalam
negeri tak takkalahdengan produk luar negeri. Bahkan banyak produk-produk asli
buatan Indonesia yangditiru orang luar negeri.
2. Tidak
merusak lingkungan hidup
Lingkungan hidup haruslah dijaga kelestariannya. Merusaknya berarti kita
tidak mencintaitanah air. Lingkungan hidup yang rusak akan merugikan manusia
sendiri.
3. Ikut
serta memelihara fasilitas umum
Fasilitas umum merupakan sarana yang disediakan oleh pemerintah untuk
kebutuhanmasyarakat. Contohnya adalah telepon umum, jembatan, halte, kereta api
dan lain-lainnya.Jika kita merusak fasilitas umum akan merugikan orang lain dan
negara. Kita sendiri jugatidak dapat menggunakannya lagi.
4. Ikut
serta dalam pembangunan bangsa
Negara kita harus terus membangun agar lebih maju dan kehidupan
rakyatnya lebih baik.Bila kita ingin mencintai tanah air, maka kita harus ikut
serta dalam pembangunan. Ikutserta dalam pembangunan bisa diwujudkan dengan
taat membayar pajak, menjadi pegawaiyang baik, dan sebagainya.
5. Mentaati
peraturan yang ada
Peraturan dibuat agar masya-rakat tertib dan nyaman. Jika kita melanggar
peraturan akanmerugikan diri kita sendiri. Bahkan orang lain dan negara juga
akan dirugikan. Berarti jikakita melanggar peraturan berarti kita tidak cinta
tanah air.
6.
Melestarikan budaya bangsa
Budaya bangsa merupakan kekayaan bangsa. Menjaga keles-tarian budaya bangsa
berartimencintai bangsa dan tanah air. Kita harus bangga memiliki budaya bangsa
yang beragamdan unik. Orang asing saja banyak yang mengagumi budaya bangsa
kita. Termasuk melestarikan budaya bangsa adalah berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar.Contoh sikap patriotisme dalam kehidupan sehari-hari
sangatlah banyak. Kamu bisamemulai dari hal yang sederhana. Sebagai siswa kamu
dapat menunjukkan sikap patriotisme dengan cara belajar
yang rajin. Sebab dengan belajar yangrajin berarti kamu sudah ikut serta dalam
perjuangan memberantas kebodohan danketerbelakangan. Kamupun dapat mewujudkan
sikap pariotisme dengan tidak membuangsampah di sembarang tempat. Dapatkah kamu
memberi contoh lain dari sikap patriotismeyang dapat kamu terapkan dalam
kehidupan sehari-hari?
Mungkin, teman-teman banyak yang belum sadar, bahwa Jasa para pahlawan bangsa bagi bangsa kita sangatlah besar. Mereka telah
berjuang sepenuh jiwa raga untuk bangsa kita. Banyak di antara mereka yang gugur
pada saat berjuang membela bangsa. Cita-cita mereka hanya satu, yakni
terbebas dari belenggu penjajah. Mereka tidak sedikitpun mengharapkan
imbalan. Oleh karena itu jasa para pahlawan bangsa kita haruslah kita
hargai dengan jiwa besar. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai
jasa para pahlawannya. Bagaimana cara kita menghargai jasa para pahlawan
bangsa kita? Berikut ini adalah beberapa contoh cara menghargai jasa para
pahlawan bangsa:
1. Mengabadikan foto dan nama pahlawan pada mata uang, nama jalan, bandara
dan rumahsakit
2. Membuatkan monumen suatu peristiwa penting atau patung pahlawan.
3. Memberikan gelar dan tanda jasa
4. Mengisi kemerdekaan dengan pembangunan dan hal-hal yang positif
5. Meneladani sikap dan perjuangan para pahlawan
6. Mendoakan arwah para pahlawan agar diterima di sisi Tuhan
Di antara cara menghargai jasa para pahlawan bangsa, yang paling penting
adalahmeneladani sikap dan perjuangannya. Jasa para pahlawanmemang harus
dikenang. Namun dikenang saja tidaklah cukup. Karena perjuangan belumlah
selesai. Para pahlawan bangsa yang telah gugur tentu akan bangga
bila perjuangan mereka diteruskan oleh generasi saat ini. Agar dapat
meneruskan perjuanganmereka, kita pun harus meneladani sikap kepahlawanan dan
patriotisme mereka dalamkehidupan sehari-hari.
Untuk mencapai Indonesia yang sejahtera sudah sepatutnya kita tidak melupakan jasa pahlawan yang telah rela mengorbankan jiwa dan raganya demi Indonesia, seperti pepatah mengatakan "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya".
Posting By : Kelompok 4
Untuk mencapai Indonesia yang sejahtera sudah sepatutnya kita tidak melupakan jasa pahlawan yang telah rela mengorbankan jiwa dan raganya demi Indonesia, seperti pepatah mengatakan "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya".
Posting By : Kelompok 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar