Jumat, 16 November 2012

HARI PAHLAWAN, AJANG BERPATRIOTISME



Spada...Spada... TETRA CLUB of NINE BEST hadir kembali...
Kalo Bulan lalu kita udah membahas tentang Hari Jadi Kota Pontianak yang ke-241. Bulan ini berhubung masih dalam nuansa hari Pahlawan, yuk kita membahas tentang Hari Pahlawan dan Sikap Kepahlawanan? Hm Hm.. sedikit info nih.. untuk memperingati hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November kemarin, sekolah kami juga mengadakan Upacara lho..
Sebelumnya....Pasti semua sudah tahu kan kalau setiap 10 November kita memperingati pahlawan.?
Untuk mengingat kembali, yuk kita review sejarah peristiwa 10 November 1945 dan juga pada postingan kami kali ini, kami juga ingin menampilkan bagaimana sikap kepahlawanan yang dapat kita tunjukkan sebagai seorang pelajar. Selamat Membaca ....



PERTEMPURAN 10 NOVEMBER 1945
Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.

Kedatangan Tentara Jepang ke Indonesia
Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian tanggal 8 Maret 1942, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang berdasarkan Perjanjian Kalijati. Setelah penyerahan tanpa syarat tesebut, Indonesia secara resmi diduduki oleh Jepang.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada bulan Agustus 1945. Dalam kekosongan kekuasaan asing tersebut, Soekarno kemudian memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Kedatangan Tentara Inggris & Belanda
Setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara Inggris yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA.

Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya


Hotel Oranye di Surabaya tahun 1911.
Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.

Pengibaran bendera Indonesia setelah bendera belanda berhasil disobek warna birunya di hotel Yamato
Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.
Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.
Kematian Brigadir Jenderal Mallaby

Brigadir Jenderal Aubertin Mallaby
Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali. Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh untuk mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.
Perdebatan tentang pihak penyebab baku tembak

Tom Driberg, seorang Anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh Inggris (Labour Party). Pada 20 Februari 1946, dalam perdebatan di Parlemen Inggris (House of Commons) meragukan bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan pihak Indonesia. Dia menyampaikan bahwa peristiwa baku tembak ini disinyalir kuat timbul karena kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak tersebut tidak mengetahui bahwa gencatan senjata sedang berlaku karena mereka terputus dari kontak dan telekomunikasi. Berikut kutipan dari Tom Driberg:

"... Sekitar 20 orang (serdadu) India (milik Inggris), di sebuah bangunan di sisi lain alun-alun, telah terputus dari komunikasi lewat telepon dan tidak tahu tentang gencatan senjata. Mereka menembak secara sporadis pada massa (Indonesia). Brigadir Mallaby keluar dari diskusi (gencatan senjata), berjalan lurus ke arah kerumunan, dengan keberanian besar, dan berteriak kepada serdadu India untuk menghentikan tembakan. Mereka patuh kepadanya. Mungkin setengah jam kemudian, massa di alun-alun menjadi bergolak lagi. Brigadir Mallaby, pada titik tertentu dalam diskusi, memerintahkan serdadu India untuk menembak lagi. Mereka melepaskan tembakan dengan dua senapan Bren dan massa bubar dan lari untuk berlindung; kemudian pecah pertempuran lagi dengan sungguh gencar. Jelas bahwa ketika Brigadir Mallaby memberi perintah untuk membuka tembakan lagi, perundingan gencatan senjata sebenarnya telah pecah, setidaknya secara lokal. Dua puluh menit sampai setengah jam setelah itu, ia (Mallaby) sayangnya tewas dalam mobilnya-meskipun (kita) tidak benar-benar yakin apakah ia dibunuh oleh orang Indonesia yang mendekati mobilnya; yang meledak bersamaan dengan serangan terhadap dirinya (Mallaby). Saya pikir ini tidak dapat dituduh sebagai pembunuhan licik... karena informasi saya dapat secepatnya dari saksi mata, yaitu seorang perwira Inggris yang benar-benar ada di tempat kejadian pada saat itu, yang niat jujurnya saya tak punya alasan untuk pertanyakan ... " 
10 NOVEMBER 1945


Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat TKR juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.
Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan pengeboman udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.
Inggris kemudian membombardir kota Surabaya dengan meriam dari laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal maupun terluka.

Bung Tomo di Surabaya, salah satu pemimpin revolusioner Indonesia yang paling dihormati. Foto terkenal ini bagi banyak orang yang terlibat dalam Revolusi Nasional Indonesia mewakili jiwa perjuangan revolusi utama Indonesia saat itu.[5]
Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris.
Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) shingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris.
Setidaknya 6,000 - 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. . Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 - 2000 tentara.  Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.


Sebagai Pelajar, apakah kita tidak bisa bersikap pahlawan seperti para pahlawan pada zaman dahulu?
Bisa! Tentu Bisa! Namun....berhubung sekarang Indonesia sudah bebas dari belenggu penjajahan, sikap Kepahlawanan/Patriotisme dapat kita wujudkan dalam bentuk yang lain.
Mau tahu apa saja yang dapat kita lakukan ? Mari simak penjelasan kami berikut ini.

SIKAP PATRIOTISME
 
Selain memiliki sikap kepahlawanan para pejuang bangsa kita juga memiliki sikap patriotisme. Apa yang dimaksud dengan patriotisme? Patriotisme artinya cinta tanah air.Para pahlawan pendahulu kita berjuang mengusir penjajah tentunya didasari oleh rasa cintatanah air. Mereka tidak rela bangsanya diinjak-injak oleh para penjajah. Seperti yang sudahdicontohkan oleh Kapitan Pattimura dalam riwayat di atas. Sikap patriotisme tidak hanyadimiliki oleh para pahlawan bangsa. Sebagai warga negara yang baik kita pun harusmemiliki sikap patriotisme. Siapa lagi yang mencintai bangsa ini kalau bukan kita, warganegara Indonesia? Perjuangan kita saat ini sudah bukanlah perjuangan melawan para penjajah. Setelah merdeka, justru tantangan semakin besar. Kita saat ini mesti berjuangmelawan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Sikap patriotisme dapatdiwujudkan dalam banyak hal. Wujud sikap patriotisme antara lain sebagai berikut:
1. Mencintai dan menggunakan produk dalam negeri
Mencintai dan menggunakan produk-produk dalam negeri merupakan bagian dari cintatanah air. Dengan menggunakan produk dalam negeri berarti kita memberi keuntungankepada warga Indonesia sendiri. Baik pembuatnya ataupun pedagangnya. Berarti jugamemberi keuntungan kepada negara. Sebenarnya produk-produk dalam negeri tak takkalahdengan produk luar negeri. Bahkan banyak produk-produk asli buatan Indonesia yangditiru orang luar negeri.
2. Tidak merusak lingkungan hidup
Lingkungan hidup haruslah dijaga kelestariannya. Merusaknya berarti kita tidak mencintaitanah air. Lingkungan hidup yang rusak akan merugikan manusia sendiri.
3. Ikut serta memelihara fasilitas umum
Fasilitas umum merupakan sarana yang disediakan oleh pemerintah untuk kebutuhanmasyarakat. Contohnya adalah telepon umum, jembatan, halte, kereta api dan lain-lainnya.Jika kita merusak fasilitas umum akan merugikan orang lain dan negara. Kita sendiri jugatidak dapat menggunakannya lagi.
4. Ikut serta dalam pembangunan bangsa
 Negara kita harus terus membangun agar lebih maju dan kehidupan rakyatnya lebih baik.Bila kita ingin mencintai tanah air, maka kita harus ikut serta dalam pembangunan. Ikutserta dalam pembangunan bisa diwujudkan dengan taat membayar pajak, menjadi pegawaiyang baik, dan sebagainya.
5. Mentaati peraturan yang ada
Peraturan dibuat agar masya-rakat tertib dan nyaman. Jika kita melanggar peraturan akanmerugikan diri kita sendiri. Bahkan orang lain dan negara juga akan dirugikan. Berarti jikakita melanggar peraturan berarti kita tidak cinta tanah air.
6. Melestarikan budaya bangsa
Budaya bangsa merupakan kekayaan bangsa. Menjaga keles-tarian budaya bangsa berartimencintai bangsa dan tanah air. Kita harus bangga memiliki budaya bangsa yang beragamdan unik. Orang asing saja banyak yang mengagumi budaya bangsa kita. Termasuk melestarikan budaya bangsa adalah berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.Contoh sikap patriotisme dalam kehidupan sehari-hari sangatlah banyak. Kamu bisamemulai dari hal yang sederhana. Sebagai siswa kamu dapat menunjukkan sikap patriotisme dengan cara belajar yang rajin. Sebab dengan belajar yangrajin berarti kamu sudah ikut serta dalam perjuangan memberantas kebodohan danketerbelakangan. Kamupun dapat mewujudkan sikap pariotisme dengan tidak membuangsampah di sembarang tempat. Dapatkah kamu memberi contoh lain dari sikap patriotismeyang dapat kamu terapkan dalam kehidupan sehari-hari?
CARA MENGHARGAI JASA PAHLAWAN


Mungkin, teman-teman banyak yang belum sadar, bahwa Jasa para pahlawan bangsa bagi bangsa kita sangatlah besar. Mereka telah berjuang sepenuh jiwa raga untuk bangsa kita. Banyak di antara mereka yang gugur pada saat berjuang membela bangsa. Cita-cita mereka hanya satu, yakni terbebas dari belenggu penjajah. Mereka tidak sedikitpun mengharapkan imbalan. Oleh karena itu jasa para pahlawan bangsa kita haruslah kita hargai dengan jiwa besar. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Bagaimana cara kita menghargai jasa para pahlawan bangsa kita? Berikut ini adalah beberapa contoh cara menghargai jasa para pahlawan bangsa:
1. Mengabadikan foto dan nama pahlawan pada mata uang, nama jalan, bandara dan rumahsakit
2. Membuatkan monumen suatu peristiwa penting atau patung pahlawan.
3. Memberikan gelar dan tanda jasa
4. Mengisi kemerdekaan dengan pembangunan dan hal-hal yang positif 
5. Meneladani sikap dan perjuangan para pahlawan
6. Mendoakan arwah para pahlawan agar diterima di sisi Tuhan
Di antara cara menghargai jasa para pahlawan bangsa, yang paling penting adalahmeneladani sikap dan perjuangannya. Jasa para pahlawanmemang harus dikenang. Namun dikenang saja tidaklah cukup. Karena perjuangan belumlah selesai. Para pahlawan bangsa yang telah gugur tentu akan bangga bila perjuangan mereka diteruskan oleh generasi saat ini. Agar dapat meneruskan perjuanganmereka, kita pun harus meneladani sikap kepahlawanan dan patriotisme mereka dalamkehidupan sehari-hari.

Untuk mencapai Indonesia yang sejahtera sudah sepatutnya kita tidak melupakan jasa pahlawan yang telah rela mengorbankan jiwa dan raganya demi Indonesia, seperti pepatah mengatakan "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya".

Posting By : Kelompok 4


Tidak ada komentar:

Posting Komentar